Jumat, 04 April 2014

BAB 2 SEJARAH MASA PRAAKSARA DAN AKSARA

 

A. CARA MASYARAKAT MASA PRAAKSARA MEWARISKAN MASA LAMPAUNYA

1. Tradisi dalam Kehidupan Masyarakat

  •      Praaksara adalah masa sebelum masyarakat mengenal tulisan.
  •      Aksara adalah masa setelah masyarakat sudah mengenal tulisan.

2. Cara Mewariskan Masa Lampau

     Pengalaman kolektif suatu masyarakat diartikan sebagai masa lampau. Beberapa cara yang dapat digunakan leh masyarakat untuk mewariskan masa lampaunya adalah sebagai berikut.

a. Pelatihan dan peniruan.
     Pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki diwariskan lewat pelatihan dan peniruan. Baik itu dengan perkataan atau perbuatan.
Contohnya membuat alat-alat dari batu maupun besi.

b. Penuturan,
    
yakni dengan cara menuturkan secara lisan.

c. Hasil karya.

 

B. JEJAK SEJARAH DALAM FOLKLORE, LEGENDA, UPACARA, DAN LAGU DI BERBAGAI DAERAH

1. Folklore

     Folklore sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada zaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia, setiap daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing telah mengembangkan folklorenya sendiri-sendiri sehingga di Indonesia terdapat aneka ragam folklore.
Folklore ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat.

a. Ciri-Ciri Folklore

  1. Folklore menjadi mlik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
  2. Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yakni dengan dengan tutur kata atau gerak isyarat atau alat pembantu pengikat lainnya.
  3. Folklore bersifat anonim, artinya penciptanya tidak diketahui.
  4. Folklore hadir dalam versi-versi bahkan variasi-variasi yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh cara penyebarannya secara lisah sehingga mudah mengalami perubahan.
  5. Folklore bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau standar.

b. Bentuk-Bentuk Folklore

  • Folklore sebagai lisan, adalah folklore yang bentuknya murni secara lisan, yang terdiri dari:
  1. Puisi rakyat,
    misalnya pantun.
  2. Pertanyaan tradisional,
    seperti teka-teki.
  3. Bahasa rakyat,
    seperti: logat, julukan, dan gelar kebangsawanan.
  4. Ungkapan tradisional.
    contohnya peribahasa/pepatah.
  5. Cerita prosa rakyat,
    misalnya: mite, legenda, dan dongeng
  • Folklore sebagian lisan,
    adalah folklore yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan, seperti: kepercayaan rakyat/takhayul, permainan rakyat, taian rakyat, adat istiadat, pesta rakyat, dsb.
  • Folklore bukan lisan (non verbal folklore)
    adalah folklore yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya diaajarkan secara lisan.
    Contoh: arsitektur rakyat, (bentuk rumah Joglo, Limasan, Minangkabau, Toraja, dsb), kerajinan tangan, pakaian, hiasan, dsb.

 

2. Mite

  • Mite adalah cerita prosa (karangan bebas) yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh empunya cerita.
  • Mite selalu ditokohi oleh dewa atau makhlu setengah dewa.
  • Peristiwanya terjadi di dunia lain.
  • Umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, gejala alam, kisah percintaan, hubungan kekerabatan, dsb.

3. Legenda

  • Legenda adalah cerita prose rakyat yang dianggap benar-benar terjadi namun tidak dianggap suci.
  • Legenda ditokohi oleh manusia, ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali juga dihubungkan dengan makhluk ajaib.
  • Peristiwanya bersifat sekuler (keduniawian), dan sering dipandang sebagai sejarah kolektif.

Legenda dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

  1. Legenda keagamaan.
  2. Legenda tentang alam gaib.
  3. Legenda perorangan.
  4. Legenda setempat, yang erat hubungannya dengan suatu tempat.

4. Lagu

     Lagu adalah ragam irama suara yang berirama atau nyanyian.

5. Upacara Adat

     Upacara adat adalah upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah.

 

C. PERKEMBANGAN PENULISANSEJARAH DI INDONESIA


1. Penulisan Sejarah Indonesia

     Metode historis sebagai metode prnulisan sejarah meliputi 4 langkah, yakni:

  1. heuristik: teknik atau cara mengumpulkan sumber
  2. kritik
  3. interpretasi: penafsiran
  4. historiografi: penafsiran dan penyajian dalam bentuk cerita

Penulisan sejarah Indonesia dikelompokkan menjadi 3, yakni:

a. Historiografi Tradisional
     Berasal dari masa tradisional, yakni masa kerajaaan-kerajaan kuno.  Penulisnya adalah para pujangga arau yang lain yang merupakan pejabat dalam struktur birokrasi tradisional bertugas menyusun sejarah (babad, hikayat).
Adapun ciri-ciri dari historiografi tradisonal adalah sebagai berikut.
1) Religio sentris, artinya segala sesuatu dipusatkan pada raja atau keluarga raja (keluarga istana), maka sering juga disebut istana sentris atau keluarga sentris atau dinasti sentris.
2) Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya yang dibicarakan hanyalah kehidupan kaum bangsawan feodal, tidak ada sifat kerakyatannya. Historiografi tersebut tidak memuat riwayat kehidupan rakyat, tidak membicarakan segi-segi sosial dan ekonomi dari kehidupan rakyat.
3) Religio magis, artinya dihubungkan dengan kepercayaan dan hal-hal yang gaib.
4) Tidak begitu membedakan hal-hal yang khayal dan hal-hal yang nyata.
5) Tujuan penulisan sejarah tradisional untuk menghormati dan meninggikan kedudukan raja, dan nama raja, serta wibawa raja; agar supaya raja tetap dihormati, tetap dipatuhi, tetap dijunjung tinggi. Oleh karena itu banyak mitos, bahwa raja sangat sakti, raja sebagai penjelmaan/titisan dewa, apa yang dikatakan raja serba benar, sehingga ada ungkapan "sadba pandita ratu datan kena wowawali" (apa yang diucapkan raja tidak boleh berubah, sebab raja segalanya). Dalam konsep kepercayaan Hindu bahwa raja adalah "mandataris dewa", sehingga segala ucapan dan tindakannya adalah benar.
6) Bersifat regio-sentris (kedaerahan), maka historiografi tradisional banyak dipengaruhi daerah, misalnya oleh cerita-cerita gaib atau cerita-cerita dewa di daerah tersebut.
7) Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan kharisma (bertuah, sakti).

b. Historiografi Kolonial
    
Historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah yang membahas masalah penjajahan Belanda atas bangsa Indonesia. Penulisan tersebut dilakukan oleh orang-orang Belanda dan banyak di antara penulis-penulisnya yang tidak pernah melihat Indonesia. Sumber-sumber yang dipergunakan ialah dari arsip negara di negeri Belanda dan di Jakarta (Batavia); pada umumnya tidak menggunakan atau mengabaikan sumber-sumber Indonesia. Sesuai dengan namanya yaitu historiografi kolonial, maka sebenarnya kuranglah tepat bila disebut penulisan sejarah Indonesia.
     Lebih tepat disebut sejarah bangsa Belanda di Hindia Belanda (Indonesia). Mengapa demikian? Hal ini tidaklah mengherankan, sebab fokus pembicaraan adalah bangsa Belanda, bukanlah kehidupan rakyat atau kiprah bangsa Indonesia di masa penjajahan Belanda.
     Itulah sebabnya sifat pokok dari historiografi kolonial ialah Eropa sentries atau Belanda sentris. Yang diuraikan atau dibentangkan secara panjang lebar adalah aktivitas bangsa Belanda, pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai kompeni (orang-orang kulit putih), seluk beluk kegiatan para gubernur jenderal dalam menjalankan tugasnya di tanah jajahan, yakni Indonesia. Aktivitas rakyat tanah jajahan (rakyat Indonesia) diabaikan sama sekali. 

Contoh historigrafi kolonial, antara lain sebagai berikut.
1) Indonesian Trade and Society karangan Y.C. Van Leur.
2) Indonesian Sociological Studies karangan Schrieke
3) Indonesian Society in Transition karangan Wertheim.

c. Historiografi Nasional

     Sesudah bangsa Indonesia memperoleh kemerdekan pada tahun 1945; maka sejak saat itu ada kegiatan untuk mengubah penulisan sejarah Indonesia sentris. Artinya bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia menjadi fokus perhatian, sasaran yang harus diungkap, sesuai dengan kondisi yang ada; sebab yang dimaksud dengan sejarah Indonesia adalah sejarah yang mengungkapkan kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia dalam segala aktivitasnya, baik politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Dengan demikian maka muncul historiografi nasional yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri sebagai berikut.
1) Mengingat adanya character and nation-building.
2) Indonesia sentris.
3) Sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.
4) Disusun oleh orang-orang atau penulis-penulis Indonesia sendiri, mereka yang memahami dan menjiwai, dengan tidak meninggalkan syarat-syarat ilmiah.

Contoh historiografi nasional, antara lain sebagai berikut.
1) Sejarah Perlawanan-Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme, editor Sartono Kartodirdjo.
2) Sejarah Nasional Indonesia, Jilid I sampai dengan VI, editor Sartono Kartodirdjo.
3) Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara, karya R. Moh. Ali.
4) Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid I sampai dengan XI, karya A.H. Nasution, dan masih banyak lagi.

 

2. Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia

Pendekatan ilmu-ilmu sosial dalam kajian sejarah dikaitkan dengan ketidak- puasan para sejarawan sendiri dengan bentuk-bentuk historiografi lama yang ruang lingkupnya terbatas. Historiografi baru membuka ruang cakupan yang lebih luas. Untuk itu diperlukan penyempurnaan metodologi yaitu penggunaan konsep-konsep ilmu sosial dalam analisis-analisisnya. Sehubungan dengan ini maka lebih jelas dibedakan antara sejarah lama (the old history) dan sejarah baru (the new history), seperti di bawah ini.

a. Sejarah Lama (The Old History):
1) Disebut sejarah konvensional; sejarah tradisional.
2) Mono dimensional.
3) Pemaparan deskripstif-naratif.
4) Ruang cakup terbatas.
5) Tema terbatas (sejarah politik lama atau sejarah ekonomi lama).
6) Para pelaku sejarah terbatas pada raja-raja, orang-orang besar, pahlawan atau jenderal.
7) Tanpa pendekatan ilmu-ilmu sosial.

b. Sejarah Baru (The New History)
1) Disebut sejarah baru, sejarah ilmiah (scientific history) atau social- scientific history); sejarah total (total history).
2) Multi dimensional.
3) Para pelaku sejarah luas dan beragam, segala lapisan masyarakat (vertikal atau pun horizontal; top down atau bottom up).
4) Ruang cakup luas; segala aspek pengalaman dan kehidupan manusia masa lampau.
5) Tema luas dan beragam, sejarah politik baru, sejarah ekonomi baru, sejarah sosial, sejarah agraria (sejarah petani, sejarah pedesaan), sejarah kebudayaan, sejarah pendidikan, sejarah intelektual, sejarah mentalitas, sejarah psikologi, sejarah lokal, sejarah etnis.
6) Pemaparan analitis-kritis.
7) Menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu-ilmu sosial (politikologi, ekonomi, sosiologi, antropologi, geografi, demografi, spikologi).


 


    

b.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar